KARAKTERISTIK BUAH PEDADA (Sonneratia caseolaris)


Laporan Praktikum Ke-2                               Hari/Tanggal  : Kamis/18 Maret 2010
m.k Pengetahuan Bahan Baku Industri         Nama Asisten : Ginanjar Pratama
Hasil Perairan 
 


KARAKTERISTIK BUAH PEDADA (Sonneratia caseolaris)


Aksar Chair Lages (C34080078), Elka Firmanda (C34080056), Hani Novanti (C34080054), Maju Pangaribuan (C34080075), dan Santika Soebagio (C34080055)


Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Abstrak
Ikan buntal adalah anggota dari ordo tetraodontiformes. Ikan ini banyak ditemukan di perairan Indo-Pasifik. Nama tetraodontiformes berasal dari morfologi gigi ikan ini, yaitu memiliki dua gigi besar pada rahang bawah dan atasnya yang cukup tajam. Ikan ini tampak seperti ikan pada umumnya pada saat keadaan tenang. Tubuhnya akan mengembang hingga tiga kali lipat normal dan diliputi oleh duri pada saat keadaan terancam, hal ini berguna untuk menakuti predatornya. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui teknik preparasi ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) dengan benar dan secara hati-hati dan mengetahui rendemen, laju kemunduran mutu, serta komposisi kimia (analisis proksimat) ikan buntal pisang. Pada praktikum yang telah dilakukan diperoleh ikan buntal pisang yang memiliki rata-rata berat total sebesar 50 g, berat daging 10 g, berat jeroan 40 g, lebar badan 2,5 cm, tinggi badan 4,5 cm, dan panjang total 14 cm. Rendemen pada ikan buntal pisang sebagian besar adalah berupa jeroan sebesar 80% dari berat total, dan lainnya berupa daging sebesar 20% dari berat total ikan.  Kadar protein ikan buntal pisang (T.lunaris) yang didapat pada analisis proksimat dengan metode makro-kjehldal yaitu sebesar 16,1962-17,8157%.
Kata kunci : Ikan buntal Pisang (Tetraodon lunaris), morfometrik, rendemen, kadar protein.



PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat bemanfaat bagi hewan atau biota yang tinggal di dalamnya maupun bagi manusia. Menurut Khazali (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3.5 juta ha, dimana kondisi mangrove yang masih baik hanya ada di Irian Jaya saja. Sedangkan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara menunjukkan sebagian besar mangrove telah mengalami kerusakan, baik karena konversi menjadi tamba, tambak garam, pemukiman, pertanian, industri maupun penebangan secara berlebihan.
Hutan mangrove terdiri dari tumbuhan yang hidup pada pantai berlumpur atau sedikit berpasir dengan dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau asin, tidak terkena ombak deras, serta tanah alluvial payau atau asin. Tumbuhan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung. Hutan mangrove sendiri mempunyai banyak manfaat bagi lingkungan. Manfaat tersebut adalah peredam gelombang angin dan badai, pelindung abrasi pantai (konservasi tanah), penahan lumpur, intruisi air laut, dan perangkap sedimen. Selain itu, tumbuhan mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan (nurserry ground), daerah mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. Tumbuhan mangrove juga bermanfaat dalam bidang ekonomi seperti : (1) penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp); (2) pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya; (3) dan sebagai tempat wisata (Milantara 2006).
Salah satu jenis tumbuhan mangrove adalah Sonneratia caseolaris atau yang dikenal sebagai pedada. Tumbuhan ini mempunyai karakteristik batang berbentuk silindris, kulit halus bewarna abu-abu atau coklat kehitam-hitaman sewaktu muda. Bentuk daunnya bulat telur dengan ujung membulat atau memanjang, ujung meruncing panjang antara 5-11 cm dan lebar antara 2-5 cm. Tumbuhan ini mempunyai manfaat dengan air buah yang difermentasikan digunakan sebagai obat untuk menghentikan pendarahan, sedangkan air buah yang setengah matang dapat digunakan sebagai obat batuk. Selain itu, bubur dari buahnya dipercaya dapat mengobati kejang-kejang atau salah urat (Soeroyoa 1988).

METODOLOGI
Waktu dan tempat
            Praktikum Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan kali ini dilakukan di laboratorium Pengolahan Limbah dan Hasil Samping, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, pada hari kamis tanggal 18 Maret 2010.
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan adalah pisau, parutan, dan telenan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah pedada (Sonneratia caseolaris).
Prosedur kerja
Buah pedada ditimbang sehingga menghasilkan w1 dan kemudian dikupas dengan pisau. Buah pedada yang sudah terlepas dari kulitnya kembali ditimbang, didapatkan w2. Kulit hasil dari kupasan juga ditimbang dan didapatkan w3. Setelah terpisah dengan kulitnya, daging buah dihancurkan dengan cara diparut seluruhnya. Proses selanjutnya adalah pengeringan daging buah yang telah dihancurkan. Diagram alir prosedur kerja dapat dilihat pada Gambar 1.

   

         Gambar 1. Diagram alir prosedur kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi
Soeroyob (1989) menjelaskan bahwa tinggi pohon S.caseolaris dapat mencapai 40 m, batang berbentuk silindris, kulit halus berwarna abu-abu atau coklat kehitam-hitaman sewaktu muda, bentuk daun bulat telur dengan ujung memanjang, ujung meruncing panjang antara 5-11 cm dan lebar antara 2-5 cm.

                                           Gambar 2. Buah Pedada (Sonneratia caseolaris)

Setelah dilakukan pengamatan, dapat diketahui karakteristik morfologi buah pedada seperti yang tersaji pada Tabel 1.
No
Bagian Tumbuhan
S.caseolaris Menurut Percobaan
S.caseolaris Menurut Literatur
1
Daun
Elliptic                                  
Elliptic
2
Puncak daun
Membulat
Apiculate, mucronate
3
Benangsari
Merah, jarang
Merah, jarang
4
Kelopak bunga
Mengkilap, hijau
Conaceous-warty, berkilau
5
Kelopak buah
Datar melebar
Datar melebar
6
Buah
Diameter 6-8 cm
Diameter 5 cm
Tabel 1.  Karakter Diagnostik Morfologi dari Spesies Sonneratia caseolaris
Sumber literatur: Santoso (2008)
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa terdapat beberapa persamaan antara pengamatan menurut hasil percobaan dengan literatur. Pada bagian daun bentuk daun pada literatur maupun pada hasil percobaan elliptic, pada bagian benansari merah dan jarang, kelopak bunga berkilau dan kelopak buahnya datar melebar. Tetapi dari hasil tabel diatas dapat juga kita lihat bahwa terjadi perbedaan dari bagian buah pada tumbuhan tersebut. Menurut hasil percobaan, diameter buah berkisar antara 6-8 cm sedangkan pada hasil literatur diameter buah 5 cm.
Rendemen
Miwada et al (2009) menjelaskan bahwa rendemen merupakan indikator untuk mengukur kualitas fisik produk yang dikaitkan dengan efektivitas perlakuan dalam meningkatkan secara kuantitatif produk yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendemen berarti perlakuan yang diterapkan semakin efektif.

                                         Gambar 3. Daging Buah Pedada (S.caseolaris)

            Hasil rendemen buah pedada (S.caseolaris) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Rendemen Buah Pedada
Bagian Tubuh
Rendemen
Kulit
15,91%
Daging (tanpa kulit) dan biji
72,73%
            Sebelum dilakukan perhitungan rendemen, terlebih dahulu telah dilakukan penimbangan. Didapat bobot total buah secara utuh seberat 44 gr dengan rincian, bobot daging dan biji sebesar 32 gr, bobot kulit sebesar 7 gr dan bobot kelopak 5 gr. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan rendemen kulit sebesar 15,91% dan rendemen daging (tanpa kulit) dan biji sebesar 72,73%. Hasil yang didapat tidak berbeda jauh dengan yang terdapat pada literatur, Sadhu (2006) menjelaskan bahwa rendemen kulit S.caseolaris sebesar 15%.


DAFTAR PUSTAKA
Khazali M. 1999. Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Bogor: Wetlands Internasional
Milantara N. 2006. Tumbuhan Mangrove. http://www.freewebs.com [22 Maret 2010]
Sadhu SK, Ahmed F, Ohtsuki T, Ishibashi M. 2006. Flavonoid from Sonneratia caseolaris. Journal of Natural Medicines 60(3): 264-265
Santoso N, dkk. 2008. Ekologi Tumbuhan Pidada (Sonneratia caseolaris (L) Engler 1897) Pada Kawasan Muara Angke Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jurnal KKMN 54(8): 1-4
Soeroyoa. 1988. Jenis-jenis Mangrove Yang Bermanfaat Untuk Bahan Obat-obatan. [makalah]. Disajikan dalam Seminar Pemanfaatan Wilayah Pantai dan Lepas Pantai, Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 18-19 November
Soeroyob. 1988. Jenis-jenis Mangrove Yang Bermanfaat Untuk Bahan Obat-obatan. [makalah]. Disajikan dalam Seminar Nasional Obat dan Pangan-Kesehatan Dari Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta, 26-27 Juni



Komentar