PEMBENTUKKAN ASAM LEMAK PADA BELUT (Monopterus albus)

PEMBENTUKKAN ASAM LEMAK PADA BELUT
(Monopterus albus)



Oleh:

Maju  Pangaribuan               C34080075


























DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
1.     PENDAHULUAN

1.1              Latarbelakang
Indonesia merupakan Negara berkembang yang berada pada posisi silang mempunyai garis pantai lebih kurang 81000 km (kedua setelah Canada).  Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimilki Indonesia memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan Negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 jutakm2 atau ¾ total dari total wilayah Indonesia merupakan lautan yang ditaburi sekitar 17.506 sehingga Indonesia kaya akan mega  diversitas hasil laut (KKP 2010).
Produksi perikanan tahun 2010 sebesar 10,83 juta ton, melebih sasaran produksi yang ditargetkan sebesar 10,76 juta ton. Sebanyak 5,478 juta ton atau 50,55% disumbangkan dari perikanan budidaya atau selama kurun waktu      2006-2010 perikanan budidaya mengalami pertumbuhan sebesar 19,56%       (KKP 2010). Salah satu biota yang memiliki permintaan tinggi, tetapi produksi masih rendah yaitu belut (Monopterus albus). Permintaan belut untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor yang tinggi dikarenakan belut Indonesia merupakan belut dengan kualitas terbaik di dunia.
Komposisi gizi belut yang tinggi terutama vitamin A dan asam lemak (AA dan DHA) sehingga belut dapat dimanfaatkan untuk keperluan farmasi dan suplemen makanan. DHA dan AA sangat dibutuhkan oleh sel tubuh manusia, AA memiliki fungsi penting dalam jantung dan DHA yang berperan penting dalam otak dan sel saraf (Sukarsa 2004). Melalui makalah ini dapat diketahui faktor pembentukkan asam lemak pada belut sehingga dapat meningkatkan kandungan asam lemak pada belut.

1.2              Tujuan
Mengetahui faktor pembentukkan asam lemak tak jenuh pada belut (Monopterus albus). 



2. ISI
2.1       Deskripsi dan Klasifikasi Belut (Monopterus albus)

Belut termasuk kelas pisces walaupun tubuhnya menyerupai ular. Belut hidup dapat ditemukan di daerah tropis yang penyebarannya dari India sampai Cina selatan, Malaysia, dan Indonesia. Belut hidup di kolam berlumpur, rawa, selokan, dan sawah (Angeline et al. 2003). Klasifikasi belut menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut.
Kingdom         :  Animalia
Filum               :  Chordata
Kelas               :  Pisces
Ordo                :  Synbranchoidae
Famili              :  Synbranchidae
Genus              :  Monopterus
Spesies            :  Monopterusalbus


Gambar 1. Morfologi belut (Monopterus albus)

Belut termasuk hewan protogini, yaitu memiliki kelenjar kelamin (gonad) yang mampu melakukan proses diferensiasi dari fase betina ke jantan dan sebaliknya. Belut berjenis kelamin betina pada mudanya, ketikaberumur 9 bulan (fase dewasa) belut berganti kelamin menjadi jantan. Perbedaan jenis kelamin belut dapat juga diketahui melalui panjang tubuhnya, belut betina memiliki panjang tubuh 50 cm dan panjnag tubuh lebih dari 55 cm belut biasanya sudah menjadi jantan dan belut dapat mencapai panjang maksimal 100 cm. Belut jantan dapat berubah menjadi betina jika populas belut betina sedikit (Angeline et al. 2003).


2.2       Asam Lemak
                
Lipid merupakan sekumpulan senyawa biomolekul yang dapat larut di dalam pelarut-pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Jenis – jenis lipid yaitu triasilgliserol, lilin, fosfogliserida, spingolipid, sterol dan ester asam lemak. Lipid sangat penting sebagai komponen struktural membran sel, sumber energy, lapisan pelindung, insulator organ-organ tubuh, beberapa jenis lipid berfungsi sebagai sinyal kimia, pigmen, dan hormon. Komponen utama lipid adalah asam lemak. Struktur asam lemak terdiri atas gugus karboksil (kepala) dan hidrokarbon rantai panjang (ekor). Hidrokarbon bersifat non polar sehingga lipid tidak larut dalam air. Struktur dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Struktur asam lemak jenuh (a) dan asam lemak tak jenuh (b).

Asam lemak umumnya ditemukan di alam dengan jumlah atom C genap dengan bentuk ikatan tidak bercabang. Asam lemak tertentu dengan percabangan atau cincin terdapat dalam beberapa jenis sumber (Roswiem dkk 2006).
Rantai asam lemak dengan ikatan C tunggal disebut asam lemak jenuh (Saturated), sedangkan asam lemak dengan satu atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh (unsaturated). Ikatan rangkap ini mempunyai sifat struktur yang tidak stabil dan kaku (rigid) sehingga di dalam larutan dapat membuat dua isomer yaitu cis dan trans (Sukarsa 2004). Asam lemak tidak jenuh mempunyai titik cair yang rendah dan berbentuk cair pada suhu kamar. Asam palmitat (asam lemak jenuh) mempunyai titik cair 63 °C, sedangkan asam palmitoleat (asam lemak tak jenuh) mencair pada suhu 0 °C (Roswiem dkk 2006). 
Asam lemak omega-3 merupakan nutrisi esensial yang tidak dapat disintesis oleh mamalia . Salah satu kelebihan dari lemak ikan adalah mengandung asam lemak tak jenuh yang relatif lebih banyak, terutama asam lemak tidak jenuh C20, C22, C24, dari pada asam lemak jenuhnya. Lemak ikan mengandung 25% asam lemak jenuh dan 75% mengandung asam lemak tidak jenuh (Sukarsa 2004). DHA merupakan PUFA utama pada otak mamalia karena berat kering dari otak mamalia sekitar 3 % terdiri dari DHA. DHA memiliki bermacam fungsi dalam sel seperti menjaga kestabilan membrane sel, mengontol kerja enzim, pertukaran ion, dan sinyal penerjemahan gen (Suphioglu et al. 2010). AA merupakan lemak yang berperan penting pada kebayakkan tipe sel sebagai prekusor eicosanoids seperti prostaglandin dan thromboxanes. AA pada sel jantung berperan kecil dalam reaksi oksidasi spesies dan berperan penting mengaktifkan protein kinase C (Huang et al.1997).
Jumlah PUFA (polyunsaturated fatty acids) yang optimum untuk dikonsumsi adalah 6-10 % dari total energi yang dibutuhkan setiap hari. Kekurangan PUFA dapat menyebabkan risiko terkena kanker, menurunkan kekebalan tubuh, meningkatkan risiko arteriosklerosis, meningkatkan jumlah peroksida sehingga mempercepat proses penuaan dan meningkatkan risiko terkena batu empedu. Asam lemak Omega-3 apabila dikonsumsi berlebihan juga akan memberikan dampak negatif, antara lain menyebabkan badan berbau minyak ikan, menimbulkan gangguan pencernaan dan pendarahan pada saat luka, operasi, atau bila terserang mimisan akan lebih lama sembuhnya karena proses penggumpalan darah lamban (Sukarsa 2004).

2.3       Faktor Pembentukkan Asam Lemak

Komposisi asam lemak pada minyak ikan disebabkan beberapa faktor seperti letak geografi lokasi, suhu, salinitas, jenis spesies, makanan, siklus hidup, dan musim (Razak et al. 2001dan Chukwuemeka et al. 2009). Minyak ikan yang diekstrak dari ikan dibelahan bumi utara kaya asam lemak omega 3 terutama eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA). Peningkatan penurunan salinitas menyebabkan naiknya arachidonic acid (AA) yang merupakan asam lemak omega-6 mengantikan EPA sehingga ikan di daerah tropis mengandung asam lemak AA dan DHA. Sekarang ini AA diproduksi dari ikan laut, mamalia, dan mikroorganisme; DHA didapatkan khususnya dari ikan air dingin. Kandungan DHA dan AA pada minyak ikan dari belut adalah  10,8 % dan 3,9 % (Razak et al. 2001).
Faktor utama yang mempengaruhi komposisi asam lemak pada ikan adalah dari makanan dengan mikroalga sebagai produsen. Komposisi asam lemak mikroalga mempengaruhi komposisi asam lemak ikan. Komposisi asam lemak mikroalga dipengaruhi oleh nutrisi dan lingkungan perairan (Junianti 2007).
Kandungan nutrisi yang mempengaruhi jumlah asam lemak pada mikroalga antara lain karbon, nitrogen, fosfor, dan silikat. Asupan karbon ke kultur murni di bawah cahaya meningkatkan hasil biomassa dan lipid mikroalga. Konsentrasi nitrogen dalam medium berpengaruh terhadap proporsi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dalam alga hijau, bakteria, dan fungi. Kondisi stres nitrogen, Dunaliella dan Botrycoccus  memproduksi EPA lebih tinggi. Kandunagn EPA pada mikroalga Phaeodacthylum tricornutum UTTEX 640 menunjukkan hasil maksimum EPA pada konsentrasi fosfat 0.1-0.5 g/l. Konsentrasi silikat yang tinggi mengurangi kandungan EPA pada mikroalga (Junianti 2007).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi komposisi asam lemak mikroalga yaitu cahaya, suhu, pH, dan oksigen terlarut. Cahaya mempengaruhi pertumbuhan, metabolisme dan komposisi asam lemak mikroorganisme terutama yang fotosintetik karena membran kloroplas mengandung lipid polar tidak jenuh yang tinggi. Alga merah Porpyridium cruentum yang dikultur pada temperatur 25 °C dibawah intensitas cahaya tinggi meningkatkan jumlah EPA dan AA menjadi 40 % dan 30 % dari total asam lemak. Pengurangan cahaya akan mengurangi EPA dan AA menjadi 16 % dan 22 %, sedangkan asam lemak 16:0 bertambah dari 8 % menjadi 25 %. Suhu mempengaruhi jenis asam lemak pada mikroalga. pH optimal untuk produksi asam lemak tak jenuh pada mikroalga bervariasi tergantung spesies. pH awal 7,2 merupakan pH optimal untuk pertumbuhan sel dan produksi DHA pada C. cohnii. Oksigen diperlukan oleh sebagian besar organisme untuk mekanisme desaturasi dalam mekanisme biosintesis asam lemak tak jenuh, kandungan oksigen terlarut yang tinggi meningkatkan kandungan asam lemak (Junianti 2007).




3. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1      Kesimpulan
Minyak ikan dari belut mengandung DHA 10,8 % dan AA 3,9 %. Komposisi asam lemak pada minyak ikan disebabkan beberapa faktor seperti letak geografi lokasi, suhu, salinitas, jenis spesies, makanan, siklus hidup, dan musim. DHA memiliki bermacam fungsi dalam sel seperti menjaga kestabilan membrane sel, mengontol kerja enzim, pertukaran ion, dan sinyal penerjemahan gen (Suphioglu et al. 2010). AA merupakan lemak yang berperan penting pada kebayakkan tipe sel sebagai prekusor eicosanoids seperti prostaglandin dan thromboxanes. AA pada sel jantung berperan kecil dalam reaksi oksidasi spesies dan berperan penting mengaktifkan protein kinase C (Huang et al.1997). Jumlah PUFA (polyunsaturated fatty acids) yang optimum untuk dikonsumsi adalah       6-10 % dari total energi yang dibutuhkan setiap hari.

3.2       Saran

Perlunya penelitian komposisi pakan buatan pada belut sehingga dapat meningkatkan komposisi asam lemak belut yang dibudidayakan. 

Komentar