Setelah
ikan mati, sirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga
terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH
tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosine trifosfat
(ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah
rigormortis. Pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari
pH mula-mula 6,9-7,2. tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada
jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada
daging ikan disebabkan oleh protein,
asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigormortis
berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati
netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah.
Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang
bersifat basa. Pada kondisi ini, Ph ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan
semakin banyak senyawa basa yang
terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto 2003).
Ketika
ikan mati, senyawa organik dalam otot terdekomposisi oleh enzim yang masih
aktif di dalam jaringan. Pada tahap awal senyawa yag terhidrolisa paling cepat
adalah karbohidrat dalam daging, yaitu dalam bentuk glikogen dihidrolisa
menjadi asam laktat yang akumulasinya didalam otot menyebabkan penurunan pH dan
besarnya penuruna pH tergantung pada jumlah glikogen yang terdapat didalam
otot. Ketika ikan masih hidup terdapat pasokan O2, dan karbohidrat
tersebut dibakar menghasilkan karbondioksida dan air. Oleh karena ikan mati
dalam keadaan meronta-ronta, sebagian glikogen berkurang sehingga akumulasi
asam laktat dalam otot tidak banyak. Ikan hidup mempunyai nilai pH daging
sekitar 7,0 dan setelah mati turun menjadi pH 5,8-6,2. pada gilirannya,
kejadian ini menstimulasi enzim-enzim yang menghidrolisa fosfat organic. Fosfat
yang pertama kali terurai adalah fosfat keratin dengan membentuk keratin dan
asam fosfat, yang kemudian diikuti oleh terurainya adenosin trifosfat (ATP)
membentuk adenosin difosfat (ADP) dan asam fosfat. Dengan turunnya pH,
enzim-enzim dalam jaringan otot yang aktivitasnya berlangsung pada pH rendah
menjadi aktif (Irianto dan Giyatmi 2007).
Komentar
Posting Komentar