1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertambahan jumlah penduduk dunia pada tahun 2005 akan mencapai 8,04
miliar orang sedangkan penduduk Indonesia akan mencapai 316 juta orang. Dunia
memerlukan 3046,5 juta ton bahan pangan sedangkan produktiviyas saat ini hanya
tersedia 2977,7 juta ton (Winarno 2008). Perlunya peran pemulian tanaman untuk meningkatkan produksi pertanian.
Kebutuhan tepung terigu Indonesia pada tahun
2008 sebesar 5,2 juta ton dengan 20 % hasil dari kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2009 kebutuhan gandum meningkat
menjadi 5,6 juta ton. Gandum yang menjadi bahan baku pembuatan tepung terigu
tumbuh pada daerah beriklim subtropis sehingga gandum harus diimpor dari luar
negeri seperti Amerika Serikat dan Australia. Salah altenatif pengganti tepung
gandum dari tepung tapioca yang terbuat dari ubi. Produksi ubi Indonesia pada tahun
2008 sebesar 21.756.991 ton dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 22,7 juta
ton, produksi ubi untuk pangan sekitar 22,31 % (BSN 2009). Ubi memiliki potensi
mengantikan terigu sebagai bahan baku pembuatan roti tetapi memiliki daya
pengembang yang rendah sehingga perlu disisipkan gen asam amino gluten dari
gandum agar memiliki daya mengembang seperti tepung terigu.
Ketergantungan pada impor terigu dapat
dikurangi bahkan tidak sama sekali dengan menyisipkan gen gluten pada ubi kayu.
Penyisipan gen gluten pada ubi kayu dilakukan dengan transformasi DNA secara in vitro. Makalah ini penting untuk mempelajari mengenai rekombinasi gen pada
tanaman.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan memberikan informasi penyisipan gen asam amino gluten pada ubi sehingga
memiliki daya mengembang seperti tepung terigu.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung
Tapioka
Menurut SNI 01-3451-1994, tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh
dari ubi kayu segar. Tepung tapioka memiliki warna putih tetapi memiliki
daya kembang yang rendah dibandingkan tepung terigu. Tepung tapioka mengandung
pati yang tinggi tetapi kandungan protein rendah sehingga memiliki daya ikat
air yang tinggi. Tepung tapioka tidak berperan dalam mengikat lemak jika dicampurkan
dalam adonan makanan (Forrest dkk 1975
dalam Manurung 2005).
2.2 Tepung Terigu
Terigu merupakan bahan baku yang paling ideal
untuk pembuatan roti. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan roti adalah
dari jenis terigu hard (hard wheat) karena tepung terigu hard mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat
mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk
menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar serta
mengandung protein paling tinggi dibanding dengan tipe terigu lainya yaitu
berkisar antara 8% - 9%, 10.5% - 11.5% dan 12% - 14%. Di dalam tepung terigu
terdapat senyawa yang dinamakan gluten. Hal ini yang
membedakan tepung terigu dengan tepung tepung lainnya (Medium wheat &
soft wheat) (Anonima).
Tepung terigu mengandung dua macam protein yang memegang peranan penting dalam
pembuatan roti, yaitu protein gliadin dan glutenin yang dapat membentuk gluten
pada saat bercampur dengan air yang berfungsi sebagai kerangka roti, membuat
adonan tidak mudah pecah pada waktu diroll dan menahan gas CO2 hasil
fermentasi. Gas CO2 yang tertahan dalam kerangka jaringan gluten
dapat lolos kembali apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat,
akibatnya roti menjadi kempes kembali setelah dioven (Anonima).
Gluten adalah suatu senyawa pada tepung
terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti
agar dapat mengembang dengan baik, juga dapat menentukan kekenyalan mie serta
berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek. Umumnya
kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar
gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada
tepung terigu yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung
dari jenis gandumnya (Anonimb).
Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar
air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water
absorption, development time, stability, dan lain-lain. Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung
terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar
maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan tepung terigu
karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek. Ash
adalah kadar abu yang ada pada tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil
akhir produk antara lain: warna produk (warna crumb pada roti, warna mie) dan
tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar Ash semakin buruk
kualitas tepung dan sebaliknya semakin rendah kadar Ash semakin baik
kualitas tepung. Hal
ini tidak berhubungan dengan jumlah dan kualitas protein (Anonimb).
2.3 Asam Amino Gluten
Protein adalah makromolekul (polipeptida) yang disusun oleh deretan asam
amino yang dihubungkan satu sama lain melalui ikatan peptida. Protein berperan sebagai zat pengatur dan
pembangun jaringan dalam struktur tumbuhan, hewan dan manusia. Sumber protein
dapat berasal dari tanaman (misalnya kacang-kacangan dan kedelai) dan hewan
(ikan, daging, unggas dsb). Asam
amino adalah senyawa organik
penyusun protein yang memiliki dua buah gugus fungsional primer yaitu gugus
karboksil (-COOH) dan gugus amin (-NH2) yang terikat pada karbon
primer (karbon α). Pada karbon α terikat atom hydrogen dan gugus R (Lehninger 1982).
Gluten adalah protein
yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila dicampur dengan
air. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi
jaringan/kerangka yang akan mempengaruhi kualitas produk. Jenis tepung gandum yaitu gandum jenis hard/ kuat,
gandum medium/sedang, gandum soft/lemah. Banyaknya gluten yang tergantung dari jumlah
protein dalam tepung. Semakin
tinggi protein maka semakin banyak jumlah gluten yang didapat, begitu pula
sebaliknya jumlah energi
yang dibutuhkan sangat mempengaruhi jumlah gluten yang dihasilkan. Gluten
adalah protein yang bersifat khas yang terdapat pada tepung terigu dan dalam
jumlah yang kecil dalam tepung serelia lainnya. Gluten terdiri dari dua
komponen protein yaitu gliadin dan glutein. Kedua kompoenen protein ini
berfungsi dalan membentuk adonan roti yang elastis dan mengembang sehingga
dapat diperoleh roti yang mengembang berongga seperti spons, elastik dan empuk.
Sifat-sifat inilah yang menjadikan roti di mulut terasa lembut, lunak, tidak
keras dan dal.
2.4 Rekombinasi DNA
Transformasi
ialah proses pemindahan DNA bebas sel yang mengandung sejumlah informasi
genetik (DNA) dari satu sel ke sel lainnya. DNA tersebut diperoleh dari sel donor melalui lisis sel
alamiah atau dengan cara ekstraksi kimiawi. Begitu fragmen DNA dari sel donor
tertangkap oleh sel resipien, maka terjadilah rekombinasi (Suryo 1986).
DNA
rekombinan adalah sebuah teknik membuat susunan DNA baru dengan cara
menyisipkan potongan DNA asing ke dalam DNA organisme sehingga menghasilkan molekul
DNA rekombinan yang aktif
dan
pada saat organisme
tersebut membelah diri molekul DNA rekombinan tersebut ikut bereplikasi (Suryo 1986).
3 ISI
Teknologi DNA
rekombinan merupakan teknik untuk menggabungkan molekul DNA secara in vitro sehingga diperoleh molekul DNA
rekombinan sesuai yang diharapkan. Rekombinasi buatan
dapat dilakukan dengan mnggabungkan gen dari suatu organisme ke DNA vektor.
Rekombinasi buatan melibatkan pemotongan gen yang dinginkan dan
menyambungkannya ke DNA plasmid. Proses pemotongan DNA plasmid dan gen yang
diinginkan melibatkan enzim yang spesifik seperti enzim EcoR1, selanjutnya gen tersebut disambungkan ke
DNA plasmid dengan menggunakan enzim ligase (Suryo 1986).
Tahapan dasar
rekombinasi DNA secara in vitro yaitu
isolasi DNA/gen yang akan digabungkan, pemotongan DNA dengan enzim endonuklease
restriksi, penyambungan DNA dengan enzim DNA ligase ke DNA vektor, transformasi
sel inang dengan DNA rekombinasi hasil ligase, analisis DNA rekombinan dalam
sel inang dan karakteristik fungsional gen yang diklon. Adapun perangkat yang
digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim restriksi untuk
memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA dan vektor untuk menyambung dan
mengklonkan gen di dalam sel hidup, transposon sebagai alat untuk melakukan
mutagenesis dan untuk menyisipkan penanda, pustaka genom untuk menyimpan gen
atau fragmen DNA yang telah diklonkan, enzim transkripsi balik untuk membuat
DNA berdasarkan RNA, pelacak DNA atau RNA untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA
yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar. Vektor yang sering
digunakan diantarnya plasmid, kosmid dan bakteriofag (Suryo 1986).
Ubi kayu yang sudah disisipkan gen gluten kemudian
ditumbuhkan dengan teknik kultur jaringan. Faktor yang mempengaruhi kultur
jaringan ialah media tumbuh, lingkungan, sumber eksplant, genetik. Sel dari ubi kayu yang sudah menjadi tanaman
sempurna kemudian dijadikan tepung lalu diamati daya kembang untuk mendapatkan
bibit ubi kayu yang memiliki daya kembang seperti terigu.
4 KESIMPULAN
Gluten
adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila
dicampur dengan air. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan
mempengaruhi jaringan/kerangka yang akan mempengaruhi kualitas produk. Teknologi DNA rekombinan merupakan teknik
untuk menggabungkan molekul DNA secara in
vitro sehingga diperoleh molekul DNA rekombinan sesuai yang diharapkan. Tahapan
dasar rekombinasi DNA secara in vitro
yaitu isolasi DNA/gen yang akan digabungkan, pemotongan DNA dengan enzim
endonuklease restriksi, penyambungan DNA dengan enzim DNA ligase ke DNA vektor,
transformasi sel inang dengan DNA rekombinasi hasil ligase, analisis DNA
rekombinan dalam sel inang dan karakteristik fungsional gen yang diklon. Ubi
kayu yang sudah disisipkan gen gluten kemudian ditumbuhkan dengan teknik kultur
jaringan. Sel dari ubi kayu yang sudah menjadi tanaman sempurna kemudian
dijadikan tepung lalu diamati daya kembang untuk mendapatkan bibit ubi kayu
yang memiliki daya kembang seperti terigu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima.2009. Klasifikasi tepung terigu. www.Indohalal.com [18
Agustus 2011]
[BSN] Badan Statistik Nasional. 2009. Produktivitas dan
Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi Tahun 2008. www.bsn.com [26 april 2011].
Manurung ramot. 2005. Pengaruh
penambahan bubuk kedelai dan sodium poliposfat terhadap mutu nugget ikan cucut
(Sphyraena barracuda) [SKRPSI]. Medan
: Universitas Sumatera Utara.
Lehninger A. 1982. Principles of biochermistry. USA : Worth
Publisher, Inc.
Suryo .1986. Genetika. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Winarno FG.2008. Kimia pangan dan
gizi. Bogor : IPBPress
Komentar
Posting Komentar