Kerusakkan
Ikan
Proses kerusakan ikan
segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah faktor internal
yang saling terkait. Pembusukan ikan terjadi setelah ikan mati. Faktor utama
yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk
berbagai produk seperti hipoksantin dan trimetilamin; terjadinya proses
ketengikan oksidatif; dan pertumbuhan mikroorganisme. Faktor yang menyebabkan
ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis
berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6,
dan tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri
proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil
metabolisme protein. Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah
menjadi komponen-komponen sederhana, seperti gula dan asam amino yang diserap
oleh darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang
membutuhkan seperti otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim,
yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada didalam otot.
Setelah ikan mati,
enzim-enzim pencernaan masih tetap aktif sehingga terjadi proses autolisis atau
penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan
penampakan ikan. Proses autolisis akibat aktivitas enzim ini dapat dilihat pada
daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula
akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan
daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan
daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor). Reaksi autolisis bisa
berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan
awal biasanya terjadi pada bagian perut karena aktivitas enzim di dalam saluran
pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan. Kecepatan proses
autolisis sangat tergantung pada suhu dan penyimpanan ikan pada suhu dingin
(hanya sedikit diatas suhu beku ikan) walaupun tidak menghentikan proses
autolisis tetapi dapat memperlambat aktivitas enzim sehingga memperlambat
kecepatan reaksi autolisis. Selain penyimpanan dingin, aktivitas enzim bisa
pula dikontrol dengan metode pengawetan lainnya seperti penggaraman,
penggorengan dan pengeringan. Aktivitas enzim akan terhenti oleh proses
pemanasan. Suhu tinggi akan mempercepat proses rigor mortis karena peningkatan
suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan keawetan ikan,
maka proses rigor-mortis ini diperlambat selama mungkin agar pertumbuhan
bakteri dan reaksi enzimatis dapat dicegah.
Komentar
Posting Komentar